Total Pageviews

21.12.10

Everlasting :)

Apakah Mimpi Bisa Jadi Kenyataan?

Suatu hari, mereka sedang berada di taman dekat rumah. Mereka duduk di ayunan, menikmati hari sore yang sejuk, karena sehabis hujan. Angin berhembus dengan tenang, membelai rambut mereka. Air-air hujan masih menggenang di jalanan dan rumput. Bau segar air masih sangat terasa.

Lissy melamun, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Danny bingung dengan sikapnya. Nggak biasanya Lissy melamun seperti ini. Biasanya dia jadi cewek yang cukup cerewet.

"Lissy," panggil Danny. Dia belum menoleh juga. Masih terlarut dalam lamunannya. "Lissy!" panggil Danny sekali lagi. Akhirnya dia menoleh. "Ya. Kenapa, Dan?" tanyanya. "Lo kenapa? Ngelamun ya?" tanya Danny. "Nggg.. Enggak kok. Ngapain gue ngelamun? Apa coba yang musti dilamunin? Ya, kan?" jawab Lissy berbohong. "Jangan bohong dong. Kita sahabatan udah dari kecil," kata Danny. "Kalau lo belum mau cerita, ya udah nggak apa-apa. Gue bisa ngertiin kok. Tapi, kalo lo udah siap cerita, cerita ke gue, ya?" lanjut Danny. "Iya. Gue pasti cerita sama lo kalo udah siap. Tenang aja, Sahabatku," jawab Lissy..

Mereka terdiam. Lissy pun kembali melamun lagi. Akhirnya, Lissy mengajak Danny pulang. "Pulang yuk! Udah sore nih," katanya. "Kok tumben? Biasanya lo betah banget di sini. Gue ajakkin pulang pasti nolak kalau belum jam enam. Sekarang kan baru jam lima," jawab Danny. "Lagi malas aja gue. Bosan juga di sini nggak ngapa-ngapain," kata Lissy. "Ya udah. Ayo!" kata Danny. Mereka pun pulang ke rumahnya masin-masing.

***

Keesokkan harinya, di sekolah, Lissy masih juga melamun. Berkali-kali Danny menyadarkannya. Danny hanya bisa pasrah melihat Lissy yang seperti ini. Rasanya Lissy berubah.

Pulang sekolah, Danny main di rumah Lissy. Lissy minta diajarkan rumus fisika yang diberikan Pak Riki. "Lis, kalau lo ngelamun terus, gimana mau gue ajarin?" tanya Danny. "Eh, iya maaf. Lagi bingung nih gue," kata Lissy. "Iya, nggak apa-apa" jawab Danny

Tapi, Lissy tetap saja kembali melamun lagi. Danny sampai lelah. "Lis, daripada lo nggak konsen gini, mending kita singkirin dulu buku-buku ini. Terus lo cerita sama gue penyebab lo ngelamun mulu," kata Danny. "Lo penasaran banget ya?" kata Lissy sambil tertawa. "Lis, jangan bikin gue penasaran lah. Lo tau gue kan," jawab Danny. "Oke. Gue cerita nih. Tapi, janji dulu, lo jangan ketawa," kata Lissy. "Iya, iya. Udah cepatan. Lama deh," kata Danny nggak sabaran.

"Jadi, gue sempet mimpi ketemu sama cowok. Cakep. Dia kenal sama gue. Tapi gue enggak. Di mimpi itu, gue pacaran sama dia. Gue juga bingung, kok bisa-bisanya gue pacaran sama dia. Kenal aja nggak. Sampai sekarang, gue belom pernah mimpiin dia lagi," ceritanya.

"Wow. Gue bingung mau ngasih tanggapan apa. Lucu juga lo bisa pacaran sama orang yang lo juga nggak tau namanya, kayak gimana orangnya," kata Danny. Lissy cemberut mendengarkan tanggapan itu. "Tanggapan lo kok gitu banget sih?" tanya Lissy. "Iya. Sori-sori." kata Danny dengan raut wajah menyesal.

"Eh, menurut lo mimpi gue itu bisa jadi kenyataan nggak?" tanya Lissy tiba-tiba. Danny terlihat bingung mau menjawab apa. "Hm? Gue juga nggak tau. Ada yang bilang bisa, ada yang bilang nggak. Gue sendiri belum pernah ngalamin mimpi gue jadi kenyataan," jawab Danny. Lissy hanya menggangguk-angguk ria.

"Emang lo berharap itu jadi kenyataan?" tanya Danny hati-hati. Lissy menoleh. Ia terlihat kaget dengan pertanyaan yang diajukan Danny. Tapi, akhirnya ia menjawab sambil tersenyum, "Ya, kenapa nggak? Mungkin aja tuh cowok jodoh gue."

Danny terlihat sedikit kecewa. Tapi, ia buru-buru menghapus raut wajah itu. "Ya, gue doain semoga mimpi lo itu jadi kenyataan, Lis," ucap Danny agak berat. "Makasih, Dan. Lo emang sahabat gue yang paling baik," kata Lissy sambil tersenyum. Senyuman paling manis yang pernah Danny lihat.

Danny balas tersenyum. Ya, mungkin memang bukan senyuman manis yang pernah Lissy liat. Tapi, itulah senyuman dari sahabat yang mencintainya. "Ya udah, gue pulang dulu ya. Udah sore nih. Bye," kata Danny sambil melambaikan tangan.

"Yah. Lo nggak mau makan di sini dulu?" tanya Lissy. "Nggak usah. Gue makandi rumah aja. Kasian Mama udah masak, masa gue nggak makan?" jawab Danny. "Oh. Ya udah. Bye," kata Lissy sedikit kecewa.

Danny pun pamit ke orangtua Lissy. Lalu, ia naik sepedanya dan pulang ke rumah. Dalam perjalanannya itu, ia terus memikirkan cerita Lissy tentang mimpinya.

"Bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Bagaimana dengan perasaan gue? Apa gue akan rela kalau Lissy jadian sama cowok lain?" pikir Danny. Danny pun tidak tahu jawabannya.

Tapi, mana mungkin mimpi seperti itu akan menjadi kenyataan? Mimpi hanyalah bunga tidur.


By :
Free Blog Templates